KEPALA BATU
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
KEPALA BATU

Kelompok Pecinta Alam & BATU
 
IndeksPortalLatest imagesPencarianPendaftaranLogin

 

 belajar terus

Go down 
5 posters
PengirimMessage
eman geo
TALC
TALC
eman geo


Gender : Male Jumlah posting : 15
Join date : 07.07.10
Lokasi : makassar

belajar terus Empty
PostSubyek: belajar terus   belajar terus Icon_minitimeWed Jul 07, 2010 4:04 pm

4.4 STRUKTUR BIDANG PERLAPISAN

Banyak struktur terbentuk pada bidang akumulasi sedimen. Walau demikian, banyak (kalau bukan sebagian besar) struktur itu tidak terawetkan sebagai struktur pada bidang perlapisan atas, melainkan sebagai cast pada bidang perlapisan bawah dari batuan yang terletak diatasnya. Hal itu terutama terjadi apabila material yang mengandung struktur itu berupa lumpur, sedangkan batuan yang terletak diatasnya berupa pasir. Jejak hujan (rain print), lekang kerut (mud crack), flute, dan groove terawetkan sebagai “cast” pada bidang perlapisan bawah batupasir. Di lain pihak, sebagian struktur dapat ditemukan baik pada bidang perlapisan bawah maupun bidang perlapisan atas. Gelembur, misalnya saja, dapat muncul sebagai struktur asli maupun sebagai cast pada bidang perlapisan bawah batupasir. Demikian pula dengan parting lineation. Struktur yang biasanya terbentuk pada bidang perlapisan atas lumpur umumnya hanya muncul sebagai struktur bidang perlapisan bawah (sole marks).

4.4.1 Struktur Bidang Perlapisan Bawah

Struktur bidang perlapisan bawah merupakan gejala yang menandai bidang perlapisan bawah pada beberapa lapisan batupasir dan, kadang-kadang, beberapa batugamping yang terletak di atas serpih. Struktur itu merupakan tonjolan-tonjolan yang terbentuk akibat terisinya lekukan-lekukan pada permukaan lumpur di atas mana lapisan batupasir itu diendapkan. Meskipun telah diketahui keberadaannya sejak lama (lihat Hall, 1843), namun asal-usulnya tidak banyak dipahami. Struktur itu benar-benar merupakan hieroglif dan baru-baru ini saja dipahami (Vassaevich, 1953; Kuenen, 1957; Dzulynski, 1963; Dzulynski & Sanders, 1962; Dzulynski & Walton, 1965). Penelitian-penelitian pertama terhadap struktur bidang perlapisan bawah diarah-kan pada pemerian, penggolongan, dan manfaatnya sebagai indikator arus purba. Usaha-usaha untuk memahami asal-usulnya membawa para ahli untuk sampai pada penelitian eksperimental (Dzulynski, 1966; Dzulynski & Walton, 1963; Allen, 1971).

Struktur bidang perlapisan bawah terbentuk akibat aksi arus, akibat deformasi yang dipicu oleh pembebanan, dan oleh organisme (tabel 4-1). Disini kita akan menujukan perhatian pada struktur yang terbentuk oleh arus. Struktur itu bisa dikelompok-kan ke dalam dua kategori: (1) struktur yang terbentuk akibat kerukan oleh arus; (2) struktur yang terbentuk akibat aksi material rombakan yang diangkut oleh arus. Kategori kedua ini biasa disebut sebagai tool marks.

4.4.1.1 Struktur Kerukan dan Tool marks

Kekukan arus menghasilkan flute yang, ketika terisi oleh pasir dan ketika material isian itu bergabung dengan lapisan pasir yang terletak diatasnya, disebut flute cast. Dengan demikian, flute cast akan muncul sebagai tonjolan pada bidang perlapisan bawah batupasir yang terletak di atas lapisan serpih. Tonjolan itu memiliki bentuk, ukuran, dan susunan yang beragam. Tonjolan itu memanjang, dimana salah satu ujungnya membonggol dan mengarah ke hulu, sedangkan ujung yang lain meruncing dan mengarah ke hilir. Tonjolan hilir makin lama makin landai dan akhirnya menghilang bersatu dengan bidang perlapisan. Flute cast memiliki panjang mulai dari sekitar 1 cm hingga sekitar 1 meter, dengan ketinggian mulai dari beberapa milimeter hingga beberapa centimeter. Sebagian flute cast demikian panjang; sebagian lain bentuknya cenderung segitiga. Ujung yang mem-bonggol kadang-kadang berbentuk seperti ujung hidung. Flute cast biasanya berkelompok; jarang ditemukan flute cast soliter. Setiap flute cast dalam kelompok itu dapat dipisahkan oleh jarak yang relatif lebar, namun dapat pula demikian rapat, bahkan dapat saling berpotongan (Kuenen, 1957).

Material pengisi flute adalah pasir. Dalam banyak kasus, material pengisi flute lebih kasar dibanding material lain yang penyusun lapisan dimana flute cast berada. Flute cast yang bentuknya kurang beraturan dapat mirip dengan struktur beban (load cast). Walau demikian, flute cast akan tampak memotong laminasi-laminasi pada lapisan yang terletak dibawahnya. Laminasi di sekeliling struktur beban, di lain pihak, terdeformasi dan tidak akan berakhir secara tajam pada sisi-sisi struktur beban. Sebagian flute cast memperlihatkan adanya bentuk-bentuk seperti teras. Hal itu mengindikasikan bahwa flute tersebut terbentuk oleh beberapa fasa erosi.

Flute agaknya terbentuk oleh eddy scour. Ketika kondisi aliran memungkinkan, terbentuk sejumlah eddy dan arus itu kemudian mengeruk permukaan lapisan lumpur yang terletak dibawahnya. Ukuran flute agaknya tergantung pada kondisi aliran. Ukuran flute juga agaknya berkaitan dengan kekasaran material itu dan, oleh karena itu, berkaitan dengan kekuatan arus. Flute cast sangat bermanfaat dalam penelitian arus purba. Meskipun flute dapat terbentuk pada lingkungan yang beragam, namun flute cast paling sering ditemukan di bagian bawah batupasir (dan batugamping) turbidit. Karena itu, flute seringkali menjadi salah satu penciri fasies flysch.

Struktur lain yang dihasilkan oleh kerukan arus (dan, oleh karena itu, berasosiasi dengan flute) adalah current crescent (Bahasa Jerman: Hufeisenwülste), yakni suatu lekukan berbentuk tapal kuda. Kerukan itu terbentuk akibat pengerukan di seputar partikel stasioner berukuran relatif besar (suatu “obstacle”), misalnya sebuah kerikil, yang terletak di permukaan pasir. Kerukan itu cembung ke hulu dengan kedalaman maksimum di sisi hulu partikel penghalang, kemudian kedalamannya makin berkurang ke hilir. Pada banyak kasus, partikel penghalang itu berupa gumpalan serpih yang kemudian tersapu sehingga tidak terawetkan.

Arus juga menggerakkan berbagai benda—butiran pasir, rangka binatang, gumpalan lumpur, dsb. Jika benda-benda itu terangkut di atas dasar lumpur, menggelundung, atau kadang-kadang terangkat dari permukaan, maka akan terbentuk jejak pergerakan yang kemudian terawetkan sebagai struktur positif lemah pada dasar batupasir yang menindih lumpur. Struktur seperti itu secara umum dinamakan tool marks.

Salah satu tipe tool mark adalah groove cast yang tampak sebagai tonjolan rektilinier, membundar hingga berpuncak tajam, serta terletak pada bidang perlapisan bawah batupasir. Sebagian groove cast berkelompok dan memperlihatkan adanya himpunan tonjolan dan lekukan yang dapat dipandang sebagai groove cast orde-2. Sebagian himpunan groove cast orde-2 itu memperlihatkan pola divergen dan tersebar secara simetris di kedua sisi groove cast utama. Struktur itu diperkirakan terbentuk akibat terjadinya pengisian lekukan-lekukan yang terbentuk pada lumpur keras oleh berbagai benda yang bergerak. Struktur seperti itu disebut juga struktur seretan (“drag mark”; “drag cast”) (Kuenen, 1957).

Groove cast umumnya muncul berkelompok. Lebih dari satu himpunan groove cast biasanya terlihat pada bidang yang sama, dimana himpunan kedua memotong himpunan pertama dengan sudut pemotongan yang lancip. Sebagian himpunan groove cast biasanya terhapuskan oleh himpunan groove cast kedua. Dalam satu himpunan groove cast, hanya akan ada sedikit bahkan mungkin tidak ada deviasi azimuth. Groove cast jarang muncul secara bersama-sama dengan flute cast; kedua struktur itu agaknya bersifat ekslusif satu terhadap yang lain. Individu-individu groove cast memperlihatkan relief hanya sekitar 1 atau 2 mm, sangat lurus, dan dalam kebanyakan singkapan tidak memperlihatkan titik awal maupun titik akhir. Karena itu, kita jarang menemukan “alat” yang bertanggungjawab terhadap pembentukan suatu groove cast.

Groove cast hendaknya dibedakan dari struktur geseran (slide mark; slide cast) yang terbentuk akibat bergeraknya suatu benda berukuran besar atau suatu massa benda berukuran relatif besar, misalnya rakit serpih (shale raft). Massa yang bergeser itu cenderung berputar baik pada arah vertikal maupun lateral sehingga jejak yang dihasilkannya melengkung dan mencermin-kan putaran itu. Groove cast tidak memperlihatkan sifat seperti itu; groove berasosiasi dengan tool mark lain seperti prod cast dan skip cast. Sebagaimana flute cast, groove cast paling sering ditemukan dalam bidang perlapisan bawah turbidit. Groove cast mungkin merupakan tipe struktur bidang perlapisan bawah yang paling sering ditemukan dalam fasies flysch.

Asal-usul groove cast telah menjadi teka-teki selama beberapa lama. Groove cast merupakan struktur yang dihasilkan oleh arus. Orientasi groove cast berkorelasi sangat baik dengan arah arus sebagaimana yang diindikasikan oleh struktur lain. Selain itu, bukti bahwa groove cast merupakan suatu tool mark terbukti dari fakta yang sangat jarang ditemukan, yaitu adanya partikel pasir atau fragmen rangka binatang pada ujung hilir dari groove cast. Walau demikian, detil-detil dinamika pembentukan groove cast masih belum jelas. Sebagian besar benda yang diangkut oleh arus bergerak dengan cara menggelundung atau melonjak-lonjak, sebagaimana yang diindikasikan oleh berbagai tipe jejak tumbukan. Pembentukan groove cast, di lain pihak, memerlukan adanya kontak menerus antara “alat” dengan dasar, bahkan memerlukan adanya tekanan. Selain itu, sebagaimana diindikasikan oleh groove berornamen, “alat” itu tidak melakukan pergerakan rotasional. Eddy menghasilkan flute, bukan groove. Dengan demikian, mekanisme pembentukan groove belum dipahami sepenuhnya.

Adanya himpunan-himpunan groove cast yang saling memotong juga merupakan sebuah masalah tersendiri. Groove diasumsikan terbentuk oleh arus turbid yang bergerak sebagai aliran pekat menuju bagian bawah lereng. Namun, jika suatu himpunan groove merekam pergerakan ke bagian bawah lereng, maka himpunan yang lain tidak akan merekam pergerakan ke arah bagian bawah lereng [karena arah kemiringan hanya satu; tidak mungkin bermacam-macam—pent.] Apakah himpunan-himpunan itu terbentuk oleh arus yang sama atau oleh arus yang berbeda-beda?

Karena sering ditemukan, groove merupakan salah satu indikator arus purba yang sangat bermanfaat. Walau demikian, groove hendaknya digunakan bersama-sama dengan struktur lain; groove hanya memberikan informasi mengenai azimuth, namun tidak memberikan informasi mengenai arah aliran.

Selain groove, ada pula kategori tool mark yang lain. Sebagian tool mark itu terbentuk oleh benda yang menumbuk dasar secara tidak menerus; tool mark lain menggelundung di dasar dan meninggalkan jejak yang khas. Tool mark yang terbentuk oleh tumbukan benda secara tidak menerus mencakup bounce cast, brush cast, dan prod cast. Bounce cast—yang disebut juga skip cast—merekam pergerakan saltasi suatu benda. Struktur itu tampak sebagai tonjolan-tonjolan kecil yang masing-masing dipisahkan oleh suatu jarak yang relatif teratur. Brush mark atau brush cast adalah istilah yang digunakan untuk menamakan struktur yang mirip dengan bounce cast, namun jarak antar tonjolannya tidak beraturan. Brush cast juga dicirikan oleh sedikit tonjolan material yang terangkat pada sisi hilir. Prod cast dicirikan oleh penetrasi dasar lumpur oleh suatu benda. Setelah menumbuk, benda itu berputar ke hilir. Karena itu, prod cast akan tampak sebagai suatu groove cast yang sangat pendek dengan ujung hilir yang lebih jelas dan berakhir secara tiba-tiba.

Roll mark merekam benda yang menggelundung. Roll mark yang sering ditemukan pada paket flysch adalah roll mark yang dihasilkan oleh rangka berulir planar yang agaknya berputar seperti roda dan, sebagaimana kembang pada ban mobil, menghasilkan jejak yang sangat khas (Seilacher, 1963).

4.4.1.2 Cast dari Lekang Kerut

Tipe struktur bidang perlapisan bawah lain, yang tidak berkaitan dengan aksi arus, adalah cast lekang kerut (mud crack cast). Lekang kerut berkembang dalam material kohesif, misalnya lumpur, akibat pengeringan dan pengerutan. Proses itu meng-hasilkan sistem retakan poligonal; retakan paling lebar terletak di permukaan dan ukuran retakan itu makin berkurang ke arah dalam sehingga apabila dilihat pada penampang melintang, retakan itu tampak membaji. Jika permukaan lumpur yang telah terlekang-kerutkan kemudian tertutup secara tiba-tiba dan terkubur di bawah pasir, maka pasir itu akan mengisi retakan-retakan yang ada dan akhirnya akan bersatu dengan lapisan pasir yang terletak di atas lumpur itu selama berlangsungnya litifikasi. Ketika paket serpih-batupasir itu kemudian terlapukkan, maka serpih yang ada di bawah lapisan batupasir itu akan tererosi dan jejak yang ditinggalkannya adalah suatu sistem tonjolan berbentuk poligonal pada bidang perlapisan bawah batupasir. Tonjolan-tonjolan itu memiliki puncak yang tajam. Sistem tonjolan itulah yang disebut cast lekang kerut.

4.4.1.3 Struktur Beban

Deformasi sedimen lunak (soft-sediment deformation) menghasilkan struktur yang beragam dan sebagian diantaranya berukuran relatif besar. Sebagian diantara struktur itu merupakan struktur bidang perlapisan bawah yang terbentuk akibat pembebanan tidak merata atau akibat stratifikasi densitas yang tidak stabil. Struktur yang dinamakan struktur beban (load cast atau, lebih tepat lagi, load pocket) itu akan dibahas pada bagian ini karena berasosiasi erat dengan strutkur bidang perlapisan bawah lain. Sebagian besar perlapisan deformasi, serta struktur yang dihasilkannya, akan dibahas pada sub bab 4.3.

Struktur beban adalah tonjolan yang bentuknya agak tidak beraturan dan ditemukan pada bidang perlapisan bawah batu-pasir yang terletak di atas lapisan serpih. Dilihat dari ukuran dan reliefnya, struktur beban mirip dengan flute cast. Walau demikian, struktur beban lebih tidak beraturan, tidak memperlihatkan kesetangkupan, dan tidak memperllihatkan orientasi sebagaimana flute cast. Struktur beban bukan merupakan “cast” karena tonjolan pasir ke bawah itu bukan merupakan produk pengisian suatu kerukan, melainkan akibat deformasi laminasi-laminasi pada tubuh lumpur yang terletak dibawahnya. Agaknya struktur ini merupakan produk pembebanan yang tidak merata terhadap lumpur hidroplastis yang terletak di bawah lapisan pasir, dimana struktur itu sendiri merupakan perwujudan vertical readjustment, dimana pasir melesak ke dalam sebagai tanggapan pergerakan lumpur ke atas. Pada kasus ekstrim, struktur ini mirip dengan karung yang digantung, dimana massa pasir yang melesak dihubungkan dengan lapisan pasir oleh suatu “tali gantungan” yang berupa kolom pasir berukuran kecil. Bahkan, pada kasus lain, kantung-kantung pasir menjadi terlepas dari lapisan induknya dan kemudian tenggelam ke dalam massa lumpur yang ada dibawahnya. Massa pasir seperti itu disebut load pouche dan, jika lepas, disebut load ball.

Proses pembentukan struktur beban kadang-kadang diawali oleh pembebanan tidak merata yang tidak berkaitan dengan proses sedimentasi. Jika sifat-sifat lumpur yang terletak dibawahnya sesuai, flute dan groove yang terbentuk di permukaan lumpur itu dapat tenggelam dan menghasilkan jejak-jejak yang dapat dianggap sebagai struktur beban. Bahkan, gelembur terisolasi (“starved” ripple; isolated ripple) dapat berperan sebagai beban yang tidak merata dan, di bawah kondisi yang sesuai, akan melesak ke dalam lapisan lumpur yang terletak dibawahnya (Dzulynski, 1962). Pada kasus yang disebut terakhir ini, ada pola yang teratur dan kita masih akan dapat melihat struktur internal yang semula merupakan bagian dari gelembur itu.

Struktur beban dapat terbentuk dalam setiap lingkungan dimana pasir diendapkan di atas lumpur hidroplastis yang dijenuhi air. Struktur beban sering ditemukan dalam paket turbidit. Meskipun demikian, dalam paket turbidit sekalipun, hanya sebagian saja yang memperlihatkan struktur beban. Ketika suatu massa turbid mengalir tidak lama setelah arus turbid sebelumnya berhenti, maka lumpur yang terletak dibawahnya tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengeluarkan semua air yang ada didalamnya. Karena itu, efek-efek pembebanan akan terlihat jelas. Jika rentang waktu yang memisahkan beberapa aliran relatif panjang, maka kompaksi alami akan memperkecil kemungkinan terbentuknya struktur beban.

4.4.2 Struktur Bidang Perlapisan Atas

Struktur bidang pelapisan atas (surface marks) mencakup berbagai tipe rill mark, struktur arus (current mark), dan struktur lain. Sebagian besar struktur itu terbentuk pada bidang perlapisan atas dari pasir. Struktur itu sendiri dapat muncul sebagai struktur normal yang terletak pada bidang perlapisan atas suatu batuan, atau sebagai struktur “negatif” atau sebagai “cast” yang terletak pada bidang perlapisan bawah endapan lain yang terletak di atas pasir. Gelembur, yang merupakan salah satu tipe struktur bidang perlapisan atas yang paling sering ditemukan, telah dibahas di atas. Struktur biogenik yang terletak pada bidang perlapisan atas akan dibahas pada sub bab 4.6. Lekang kerut juga akan dibahas pada bagian ini, meskipun cara pembahasan seperti itu mungkin agak kurang logis.

4.4.2.1 Parting lineation

Suatu jenis struktur yang sering ditemukan, namun kurang dikenal, adalah suatu struktur yang halus namun jelas terlihat pada bidang perlapisan beberapa batupasir yang berlapis tipis. Struktur itu terutama sangat jelas terlihat pada batupasir yang menjadi sumber flagstone. Struktur itu dinamakan primary current lineation oleh Stokes (1947). Cloos (1938) menyatakan bahwa struktur itu sejajar dengan arah arus pengendap. Karena paling jelas terlihat pada bidang-bidang yang menyuban, maka struktur itu kemudian dinamakan parting lineation oleh Crowell (1955).

Struktur itu terlihat sebagai sederetan lekukan dan tonjolan halus dengan relief yang sangat rendah serta terletak pada bidang perlapisan-penyubanan. Pada kasus lain, parting lineation kurang sempurna dan agak tidak beraturan, dimana sisa-sisa laminasi yang seperti plaster menempel pada bidang penyubanan. Istilah parting-step lineation digunakan oleh McBride & Yeakel (1963) untuk menamakan struktur pada kasus seperti itu untuk membedakannya dengan parting-plane lineation yang terlihat pada bidang yang lebih mulus. Kedua ahli itu menunjukkan bahwa arah rata-rata yang diperlihatkan oleh sumbu panjang partikel sejajar dengan arah lineasi. Stokes (1953) mengasumsikan bahwa struktur itu mengindikasikan “pembentukan dalam lingkungan sungai atau paling tidak pada aliran dangkal.” Sebenarnya, parting lineation juga dapat ditemukan dalam batupasir turbidit yang diendapkan di wilayah perairan-dalam.

4.4.2.2 Rill mark, Swash Mark, dan Struktur Lain yang Berasosiasi Dengannya

Permukaan pasir dapat memperlihatkan berbagai macam jejak kerja arus, namun banyak diantara jejak itu jarang terawetkan. Rill mark adalah lekukan-lekukan kecil yang bercabang-cabang ke arah hulu dengan pola dendritik. Struktur itu umumnya ditemukan dalam swash zone pada gisik, meskipun dapat ditemukan pula pada gosong pasir dan sandflat. Struktur itu agaknya terbentuk oleh aliran air yang relatif tipis. Swash mark adalah garis-garis tipis, bergelombang, serta terbentuk pada gisik di dekat limit atas dari swash gelombang (Shrock, 1948). “Gelembur” rhomboid (rhomboid “ripple” mark) adalah relief rendah dengan pola seperti jaring (Hoyt & Henry, 1963; Otvos, 1965) dan agaknya merupakan produk backwash pada gisik. Secara umum, rill mark, swash mark, dan “gelembur” rhomboid sangat jarang terawetkan dalam sedimen purba.

4.4.2.3 Rail Pit, Hail Pit, dan Spray Pit

Jejak hujan (rain impression; rain print), jejak tetesan air (drip impression), dan jejak percikan air (spray impression) adalah lekukan kecil berbentuk lingkaran atau elips yang terbentuk dalam lumpur basah oleh hujan, tetesan air, dan percikan air. Jejak hujan pernah ditemukan dalam endapan purba, umumnya sebagai cast pada bidang perlapisan bawah batupasir dan batulanau. Sebagaimana lekang kerut, jejak hujan, jejak tetesan air, dan jejak percikan air mengindikasikan penyingkapan di permukaan dan kemudian besar akan terawetkan dalam endapan terestrial. Jejak gelembung gas (bubble impression) mirip, dan oleh karena itu, dapat tertukar dengan jejak hujan.

4.4.2.4 Lekang Kerut

Sebagian bidang perlapisan ditandai oleh retakan-retakan poligonal yang kemudian terisi oleh pasir atau lanau. Batuan yang menjadi tempat pembentukan retakan itu semula berupa lumpur dan sistem retakan itu sendiri berkembang akibat pengerutan. Pengerutan lumpur itu sendiri pada umumnya terjadi akibat lepasnya air yang semula ada dalam lumpur akibat pengeringan. Dengan demikian, pembentukan lekang kerut mengimplikasikan penyingkapan di permukaan. Karena itu, retakan-retakan tersebut dinamakan retakan pengeringan (desiccation crack) atau sun crack. Tidak semua sedimen yang mengalami pengerutan merupakan sedimen argilit. Lekang kerut juga dapat ditemukan dalam batugamping mikrit (micritic limestone) dan mungkin dapat terisi oleh lanau gamping, bahkan oleh lanau dan pasir dolomit. Lekang kerut yang terbentuk pada lumpur argilit kemungkinan besar akan terlihat sebagai cast pada bidang perlapisan bawah batupasir yang menindihnya; lekang kerut dalam lumpur gamping kemungkinan besar akan terawetkan sebagai struktur bidang perlapisan atas.

Ukuran poligon, lebar retakan, dan kedalaman retakan sangat bervariasi. Poligon retakan itu dapat memiliki lebar mulai dari beberapa milimeter hingga lebih dari 30 cm, sedangkan lebar retakan berkisar mulai dari 1 mm hingga sekitar 5 cm. Kedalaman retakan itu sendiri dapat berkisar mulai dari sekitar 1 cm hingga beberapa puluh centimeter. Pola jaringan retakan (apakah membentuk pola yang “kasar” atau “halus”) mungkin berkaitan dengan ketebalan lapisan yang mengalami pengeringan.

Retakan itu biasanya membaji ke bawah dan umumnya diisi oleh pasir atau material lain yang relatif kasar. Jika lapisan yang mengalami pengeringan relatif tipis (beberapa milimeter), retakan itu mungkin dapat menembus lapisan lain yang terletak di bawah lapisan itu. Dengan demikian, pada kasus itu, poligon-poligon lekang kerut dapat terlepas, sedikit terpindahkan, terotasi, bahkan terbalik dan kemudian terangkat oleh aliran yang mengendapkan pasir yang terletak di atas lapisan lumpur itu untuk akhirnya diendapkan bersama-sama dengan lapisan pasir tersebut. Hal itulah yang kemudian menyebabkan terbentuknya shale-pebble conglomerate dengan matriks berupa pasir.

Pada banyak kasus, menampang melintang pasir yang menjadi material pengisi retakan memperlihatkan bahwa baji-baji pasir itu terdeformasi sedemikian rupa sehingga terkontorsi. Sisi atas dari baji-baji pasir itu bahkan tampak menembus lapisan lain yang terletak diatasnya. Kontorsi itu terbentuk ketika material pengisi yang tidak dapat terkompaksi mencoba untuk mengakomodasi dirinya sendiri terhadap kompaksi dan pengurangan ketebalan material dimana baji material pengisi itu berada. Kontorsi itu dapat digunakan untuk melakukan taksiran kuantatif terhadap kompaksi (Shelton, 1962).

Karena terbentuk akibat pengeringan, lekang kerut tidak dapat terbentuk pada pasir murni. Pasir murni tidak mengalami pengurangan volume ketika mengering. Lekang kerut tidak dapat terawetkan; apa yang dapat terawetkan adalah material pengisinya. Karena itu, apa yang sebenarnya terawetkan adalah cast dari lekang kerut. Batuan lempungan yang terlekang-kerutkan biasanya hancur dan hilang, namun keseluruhan sistem retakan dapat terawetkan dalam batupasir yang terletak diatasnya sebagai tonjolan-tonjolan berpuncak lurus yang membentuk suatu sistem jaringan berpola poligonal. Dengan demikian, cast dari lekang kerut itu akan ditemukan pada bidang perlapisan bawah dari batupasir.

Sistem retakan poligonal dinisbahkan pada pengeringan sejalan dengan hilangnya air dari massa lumpur. Secara umum, hal itu mengimplikasikan penyingkapan di permukaan. Walau demikian, sebagian sistem retakan dinisbahkan pada dehidrasi spontan material yang mirip dengan gel. Hal itu dapat terjadi pada lingkungan akuatis. Proses itulah yang digunakan untuk menjelaskan sistem retakan dalam septaria dan nodul rijang (Taliaferro, 1934). Sistem retakan seperti itu disebut synaeresis crack. Synaeresis digunakan untuk menjelaskan retakan-retakan dalam batulumpur tertentu, khususnya batulumpur dengan komposisi yang luar biasa, misalnya batulumpur dolomit (dolomitic mudstone). Secara umum, retakan seperti itu diyakini merupakan gejala khas yang hanya dapat terbentuk pada material yang bentuknya mirip dengan gel (White, 1961; Burst, 1965). Kriteria untuk membedakan lekang kerut biasa dengan synaeresis crack tidak terlalu jelas. Walau demikian, jelas bahwa sistem retakan radial dalam benda noduler memiliki asal-usul yang jauh berbeda dengan jaringan poligonal yang terisi oleh pasir sebagaimana yang dapat ditemukan dalam batulumpur biasa.

Lingkungan yang paling sesuai untuk pembentukan lekang kerut adalah zona interpasut (intertidal zone), danau playa efemeral, dan mud flat di dataran limpah banjir. Barrell (1906) berkeyakinan bahwa kemungkinan terawetkannya lekang kerut yang terbentuk pada tidal flat relatif rendah dan, oleh karena itu, “… lekang kerut mengimplikasikan indikasi satu-satunya dan yang paling meyakinkan asal-usul terestrial untuk sedimen argilit.”

4.5 PERLAPISAN DEFORMASI DAN PERLAPISAN TERGANGGU

Perpindahan massa batuan yang dipicu oleh gaya gravitasi dapat terjadi selama berlangsungnya sedimentasi atau tidak lama setelah sedimentasi berakhir. Deformasi itu mengubah atau menyebabkan terdeformasinya struktur pengendapan. Perlapisan secara khusus dapat terganggu, bahkan terhancurkan akibat proses-proses tersebut. Banyak efek deformasi itu menyebabkan ketidakstabilan yang, pada gilirannya, memicu terjadinya pergerakan di bawah pengaruh gaya gravitasi. Ada tiga situasi yang mungkin muncul. Pada situasi pertama, pergerakan pada dasarnya vertikal, dimana terjadi perpindahan material dengan pola yang mirip dengan konveksi. Proses itu diawali dengan adanya stratifikasi densitas yang tidak stabil dari material penyusun batuan, misalnya saja, akibat diendapkannya lapisan pasir di atas lapisan lumpur atau lanau yang jenuh air. Jika material yang terletak di bawah itu kemudian mengalami transformasi tiksotrofi (thixotrophic transformation), yang disertai penghilangan kekuatan material itu, maka akan terbentuk sederetan sel konveksi yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya pergerakan pasir ke arah bawah dan pergerakan lanau atau lempung ke atas (Artyushkov, 1960a, 1960b; Anketell dkk, 1970). Perlu diketahui bahwa pergerakan lanau atau lempung ke atas itu merupakan bentuk reaksi terhadap pergerakan pasir ke arah bawah. Pergerakan-pergerakan vertikal tersebut dapat terjadi dengan lambat, namun dapat pula cepat dan katastrofis.

Pada situasi lain, lereng pengendapan yang sangat curam dapat menjadi tidak stabil. Pergerakan yang dihasilkan oleh curamnya lereng pengendapan sebagian besar memiliki komponen lateral yang besar dan, oleh karena itu, menghasilkan pergerakan material pada arah yang hampir horizontal. Perpindahan seperti itu, apabila berlangsung lambat, disebut rayapan (creep). Apabila cepat, pergerakan itu dinamakan longsor (slide) atau nendat (slump). Proses perpindahan lateral itu sendiri dapat terjadi baik pada lingkungan terestrial maupun lingkungan akuatis.

4.5.1 Struktur Beban dan Struktur Bantal-Guling

Peneraan vertikal berskala kecil dapat menyebabkan terbentuknya struktur beban (load cast) yang telah dijelaskan di atas. Pada kasus ekstrim, dapat terbentuk load pouche atau load ball. Lidah-lidah serpih yang menembus pasir yang terletak diatas-nya menyebabkan terbentuknya struktur lidah api (flame struktur). Pada beberapa kasus, “lidah” serpih itu memperlihatkan pem-balikan ke satu arah, bahkan memperlihatkan pola putaran, seolah-olah terbentuk akibat lateral stress.

Sebagian batupasir, sebagaimana juga sebagian aliran lava di bawah kolom air, memperlihatkan struktur bantal (pillow structure). Dengan adanya struktur itu, pasir tampak sebagai paket-paket yang jumlahnya banyak, terpisah-pisah, dan berbentuk seperti bantal dan guling. Benda seperti itu dapat disebut “nodul semu” (“pseudonodule”) (Macar, 1948) dan “bantal lutut” (“hassock”). Benda itu juga disebut “flow roll” (Sorauf, 1965). Struktur bantal-guling bukan merupakan struktur pengendapan, melainkan struktur deformasi yang terbentuk sebelum lapisan diatasnya diendapkan. Meskipun biasanya ditemukan dalam batupasir tertentu, namun struktur bantal-guling juga ditemukan dalam batugamping tertentu (yakni batugamping yang sebenar-nya merupakan pasir ketika diendapkan).

Struktur bantal-guling biasanya hanya mempengaruhi bagian bawah dari lapisan batuan. Individu-individu bantal dan guling memiliki diameter mulai dari beberapa centimeter hingga lebih dari 1 meter. Benda itu umumnya berbentuk bulat panjang atau elipsoid. Kadang-kadang benda itu berbentuk seperti ginjal, bahkan seperti jamur terbalik. Struktur yang bentuknya mirip dengan mangkok atau struktur cekungan (basinal structure) cembung ke bawah dan dalam banyak kasus sedikit miring, namun tidak rebah. Laminasi yang ada dalam bantal dan guling itu terdeformasi dan lebih kurang sejajar dengan setengah bagian bawah bantal atau guling itu. Bantal dan guling itu sebagian atau seluruhnya terpisahkan dari bantal dan guling lain. Pada bantal dan guling yang benar-benar terpisah dari yang lain, bantal dan guling itu dikelilingi oleh serpih atau lanau yang berasal dari lapisan lain yang berdampingan dengannya.

Bantal dan guling itu jelas bukan konkresi, bukan pula produk pelapukan mengulit bawang (spheroidal weathering). Struktur itu juga bukan merupakan produk nendatan sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli. Simetri dan orientasi bantal dan guling itu mengimplikasikan terjadi pergerakan vertikal (dalam hal ini pergerakan ke bawah), bukan pergerakan lateral. Kantung pasir yang berbentuk seperti cawan atau ginjal dapat terbentuk akibat tenggelamnya massa pasir ke dalam substrat yang relatif cair seperti yang ditunjukkan melalui percobaan yang dilaksanakan oleh Kuenen (1958). Penelitian lapangan akhir-akhir ini terhadap struktur bantal-guling dalam batuan Devon di New York (Sorauf, 1965) dan tempat lain (Howard & Lohrengel, 1969) mendukung konsep yang menyatakan bahwa struktur bantal-guling terbentuk akibat melesaknya massa pasir ke dalam substrat lumpur; bukan akibat nendatan. Proses itu mungkin berlangsung secara tiba-tiba atau katastrofis.

4.5.2 Synsedimentary Fold dan Synsedimentary Breccia

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, sedimen juga dapat dikenai oleh pergerakan-pergerakan yang dipicu oleh gaya gravitasi yang memiliki komponen lateral yang besar. Disini kita hanya akan menujukan perhatian pada deformasi yang terjadi sewaktu sedimen masih berada dalam lingkungan pengendapannya. Dengan demikian, kita tidak akan membahas tentang deformasi tektonik dan deformasi lain yang berlangsung setelah itu. Nendat atau longsor itu menghasilkan lipatan, sesar, dan breksi dalam material yang dikenai oleh gaya. Karena struktur seperti itu juga dapat dihasilkan oleh deformasi tektonik, dan mungkin juga oleh synsedimentary processes lain, kita perlu membahas tentang kriteria yang dapat digunakan untuk membeda-kan deformasi “sedimen lunak” (“soft-sediment” deformation) dari deformasi tektonik. Pembedaan itu pada umumnya tidak sukar untuk dilakukan, namun ada beberapa situasi yang menyebabkan proses pembedaan itu sukar untuk dilaksanakan (Miller, 1922). Struktur yang terbentuk sebelum sedimen terkonsolidasi biasanya hanya terbatas pada lapisan tertentu, bahkan dalam kasus tertentu hanya berlangsung secara terbatas pada lapisan yang tebalnya 1 atau 2 cm. Berbeda dengan lipatan seret (drag fold), struktur itu tidak memiliki kaitan apapun dengan struktur lain yang ukurannya lebih besar atau dengan pola tektonik dimana batuan itu berada. Hal lain yang menjadi pembeda adalah tidak adanya material pengisi urat, baik pada sesar mikro (microfault) maupun pada ruang diantara partikel-partikel breksi. Pada kebanyakan kasus, lipatan yang terbentuk berskala kecil dan umum-nya terpancung atau berakhir pada bidang perlapisan. Hal itu mengindikasikan bahwa lipatan itu pernah terbentuk, namun kemudian tererosi sebelum diendapkannya lapisan yang menindihnya. Semua struktur yang terbentuk sebelum batuannya terkonsolidasi diasumsikan terbentuk oleh komponen gaya gravitasi yang mengarah ke bawah lereng. Jika memang demikian halnya, maka struktur itu menjadi kriterion untuk menentukan arah lereng dan, oleh karena itu, harus diamati dan dipetakan dengan hati-hati. Kebenaan paleogeografi dari struktur-struktur itu telah dipaparkan oleh Kuenen (1952), Murphy & Schlanger (1962), Marschalko (1963), Scott (1966), serta Hubert (1966).

Ada beberapa cara lain yang menyebabkan terbentuknya perlapisan deformasi. Sebagian lipatan sedimen lunak dinisbah-kan pada kandasnya gunung es, terdorongnya pesisir massa es, dsb. Meskipun deformasi sedimen lunak sering ditemukan dalam endapan glaciolacustrine, namun struktur seperti itu juga muncul dalam endapan dimana aksi es sangat tidak mungkin terjadi. Gaya gravitasi sering menghasilkan struktur sedimen lunak.

Perlipatan sedimen lunak sering terjadi pada banyak sedimen. Struktur itu banyak ditemukan dalam paket pasir-serpih yang berlapis tipis. Lipatan nendat (slump fold) dan breksi nendat (slump breccia), di lain pihak, sering ditemukan dalam paket batugamping, terutama yang ada di sekitar terumbu.

Sebagaimana dikemukakan oleh Rich (1950), ada beberapa tipe synsedimentary fold. Salah satu varietas lipatan itu hanya berkembang secara terbatas pada satu lapisan batupasir atau satu lapisan batulanau yang tipis, baik batupasir dan batulanau silikaan maupun batupasir dan batulanau gampingan. Dalam lipatan seperti itu, stratum itu sendiri tidak terlibat; hanya laminasi internalnya saja yang terkontorsi. Struktur yang disebut perlapisan konvolut (convolute bedding) itu memiliki asal-usul yang belum dapat dipastikan, dan mungkin tidak disebabkan oleh nendatan. Hal ini akan dibahas pada bagian lain dari buku ini.

Berbeda dengan perlapisan konvolut, perlipatan nendat biasanya melibatkan lebih dari satu lapisan. Tipe perlipatan itu, yang telah dibahas dengan cukup mendalam oleh Hadding (1931), mempengaruhi banyak lapisan dan agaknya merupakan produk pengaliran massa batuan. Jika proses pengaliran berlangsung cukup lama, maka sebagian lapisan dapat terhancurkan, bahkan semua lapisan dapat terhancurkan sedemikian rupa sehingga akhirnya terbentuk konglomerat semu (pseudoconglomerate) dan breksi. Jika pergerakan terdistribusikan di seluruh bagian massa batuan, maka lapisan-lapisan tipis yang relatif kompeten akan terpecah-pecah menjadi fragmen tidak beraturan yang ukurannya bervariasi. Pada beberapa kasus, fragmen-fragmen itu hanya memperlihatkan sedikit pemisahan dan tidak memperlihatkan rotasi. Pada kasus lain, fragmen-fragmen itu terotasi dan terpilin sehingga bentuknya menjadi seperti kail. Fragmen-fragmen seperti itu dinamakan slump overfold oleh Crowell (1957). Slump overfold dan spiral slump ball itu, atau yang disebut sebagai “struktur bola salju” (“snow ball structure”) oleh Hadding (1931), dapat memberikan petunjuk mengenai arah longsoran. Hasilnya adalah tekstur khaotik yang, bersama-sama dengan kadar air yang tinggi, dapat memiliki mobilitas tinggi dan berevolusi menjadi aliran lumpur dan menyebabkan terbentuknya “pebbly mudstone” (Crowell, 1957) atau tilloid. Endapan itu akan dibahas lebih jauh pada Bab 8.

Pada kasus lain, nendatan menyebabkan terbentuknya perlipatan ketat (tight folding) pada lapisan yang terletak di atas suatu detachment surface. Pergerakan tipe décollement itu, di atas bidang perlapisan bawah, menghasilkan struktur yang mirip dengan nappe. Struktur yang disebut terakhir ini disertai dengan pelemahan, bahkan hiatus, pada detachment area di bagian hulu. Struktur itu sering ditemukan dalam lempung warwa dalam danau proglacial Plistosen (van Straaten, 1949; Fairbridge, 1947).

Endapan nendat dapat demikian tebal dan memiliki penyebaran yang luas. Ksiazkiewicz (1958) pernah menemukan endapan nendat yang tebalnya 55 m. Crowell pernah menemukan lapisan nendat (slump bed) berukuran besar dalam endapan Kapur di California. Sebagian slump sheet cukup tebal untuk dapat dipetakan (Jones, 1937) dan tersebar pada daerah yang luasnya beratus-ratus kilometer persegi. Sebagian besar endapan nendat yang ditemukan dalam rekaman geologi agaknya merupakan endapan bahari.

Nendatan dalam sedimen gampingan tidak jauh berbeda dengan nendatan dalam sedimen klastika. Struktur longsoran (slide structure), yang bervariasi mulai dari kontorsi skala kecil hingga lipatan berskala besar dengan amplitudo 10–15 m serta breksi kasar dengan ketebalan 10–15 m dan menyebar pada wilayah yang luasnya beberapa ratus kilometer persegi, pernah ditemukan dalam batugamping Perm pada Guadalupe Reef complex di New Mexico (Newell dkk, 1953; Rigby, 1958). Breksi batugamping di Pegunungan Alpina berasosiasi dengan graded limestone, atau apa yang disebut sebagai batugamping alodapik (allodapic limestone) oleh Meischner (1964), dinisbahkan oleh Kuenen & Carozzi (1953) pada nendatan dan longsoran pada reef front.

4.5.3 Korok dan Retas Batupasir

Di lapangan kita tidak jarang dapat menemukan korok kecil yang diisi oleh pasir, memotong bidang perlapisan, dengan panjang beberapa centimeter. Sebenarnya itu merupakan lekang kerut yang terisi oleh pasir. Korok itu kemudian bergabung dengan lapisan batupasir yang terletak diatasnya dan, setelah serpih yang terletak di bawah batupasir itu tererosi, tampak sebagai suatu sistem cast dari lekang kerut yang berbentuk poligonal. Itu merupakan struktur sedimen berskala kecil. Namun, jika korok itu memiliki ketebalan beberapa meter dan dapat ditelusuri keberadaannya hingga beberapa ratus meter atau bahkan beberapa ribu meter, “korok” itu sebenarnya merupakan tubuh batuan yang substansial. Korok batupasir, dan retas batupasir yang ber-asosiasi dengannya, akan dibahas panjang lebar pada Bab 5.

4.5.4 Perlapisan Konvolut

Perlapisan konvolut (convolute bedding), yang disebut juga laminasi konvolut (convolute lamination) atau slip bedding, merupakan struktur deformasi yang masih menjadi teka-teki. Rich (1950) menamakan struktur itu sebagai kontorsi intrastrata (intra-stratal contortion). Penamaan seperti itu agaknya lebih sesuai untuk memaparkan fenomena tersebut. Perlapisan konvolut memang merupakan kontorsi intrastrata dan hanya melibatkan laminasi yang ada di bagian dalam suatu lapisan, namun tidak melibatkan bidang perlapisan.

Perlipatan konvolut (convolute folding) agaknya hanya ditemukan dalam lapisan lanau kasar dan pasir halus dengan ketebalan 2–25 cm. Dalam lapisan seperti itu, baik yang disusun oleh material gampingan maupun material silikaan, terdapat himpunan lipatan yang kompleks. Individu-individu laminasi dapat ditelusuri dari satu lipatan ke lipatan lain, meskipun banyak juga ditemukan ketidakselarasan kecil. Secara umum, sinklin cenderung lebar dan berbentuk-U, sedangkan antiklin yang terletak diantara dua sinklin ketat dan memperlihatkan kehadiran puncak lipatan. Lipatan konvolut cenderung menghilang ke atas dan ke bawah lapisan. Pada beberapa kasus, antiklin tampak terpancung oleh erosi.

Distorsi-distorsi tersebut di atas bukan merupakan lipatan biasa karena pola bidang perlapisan tidak memperlihatkan kesinambungan puncak lapisan. Struktur itu merupakan sederetan kubah dan cekungan yang tajam. Pola itu mengindikasikan suatu sistem pergerakan vertikal yang kompleks, bukan displacement lateral. Geometri struktur itu, bersama-sama dengan penyebarannya yang hanya terbatas pada suatu lapisan serta hanya terjadi pada material dengan ukuran tertentu (lanau kasar atau pasir halus), agaknya mengindikasikan bahwa struktur itu terbetnuk akibat internal readjustment material tersebut ketika masih berada dalam keadaan likat atau hampir likat.

Banyak teori diajukan untuk menjelaskan struktur itu (lihat Potter & Pettijohn, 1963) dan agaknya tidak satupun teori itu memuaskan semua pihak. Perlapisan konvolut umumnya berasosiasi dengan lanau dan pasir yang mengandung gelembur, dimana ripple bedding itu sendiri tersungkupkan, bahkan mengalami pembalikan. Hal lain yang masih menjadi permasalahan adalah perbedaan antara perlapisan konvolut yang sebenarnya dengan struktur deformasi lain.

4.6 STROMATOLIT DAN STRUKTUR BIOGENIK LAINNYA

4.6.1 Stromatolit

Istilah stromatolit (stromatolite), yang agaknya berasal dari Bahasa Jerman Stromatolith (digunakan pertama kali oleh Kalkowsky, 1908, h. 68), berarti struktur laminasi dalam sedimen berukuran pasir, lanau, dan lempung yang terbentuk akibat penjebakan dan pengikatan partikel detritus oleh algamat. Istilah stromatolit ganggang (algal stromatolite) mungkin lebih tepat. Secara umum, material partikuler yang diikat oleh ganggang itu merupakan material gampingan, meskipun dapat juga material lain (Davis, 1968). Struktur itu bervariasi, mulai dari laminasi datar, yang perlu diamati secara seksama untuk membedakannya dari laminasi biasa, hingga berbentuk tonjolan kecil dengan ukuran dan derajat kecembungan yang beragam, hingga struktur seperti kolom yang tidak jauh berbeda dengan tumpukan mangkok terbalik, hingga bentuk-bentuk yang memperlihatkan per-cabangan. Selain stromatolit, yang merupakan struktur yang tetap atau terikat, ada juga onkolit (oncolite) yang mobil dan dapat bergerak bebas. Onkolit adalah struktur berornamen yang dilihat sekilas mirip dengan konkresi.

Selain itu ada juga struktur yang memiliki bentuk eksternal dan ukuran yang sama dengan stromatolit setengah-bola (hemispherical stromatolite), namun tidak memiliki laminasi internal. Struktur itu disebut trombolit (thrombolite). Istilah yang disebut terakhir ini diusulkan karena struktur itu memiliki struktur internal yang mirip dengan kumpulan partikel (Aitken, 1967).

Tidak mungkin bagi kita untuk membahas semua lapangan stromatologi (stromatology). Penjelasan yang mendalam tentang struktur ini dapat diperoleh dari karya Hofmann (1969). Setiap ahli sedimentologi hendaknya mengenal perlapisan stromatolit (stromatolitic bedding) dan berbagai bentuk stromatolit-semu yang dihasilkan oleh proses-proses anorganik.

Penggolongan dan tatanama stromatolit tumbuh dengan cepat dan menjadi demikian kompleks. Para peneliti di masa lalu menganggap struktur ini sebagai fosil dan menerapkan nama-nama generik dan spesifik untuk setiap struktur. Waktu itu diperkirakan bahwa stromatolit dihasilkan oleh sekresi organisme dan terbentuk oleh organisme tertentu. Pendapat itu ditentang oleh beberapa ahli dan kemudian muncul konsep baru yang menyatakan bahwa algamat yang bertanggungjawab terhadap pembentukan stromatolit mungkin merupakan suatu kompleks beberapa jenis ganggang biru dan hijau-biru yang bersel satu dan berfilamen. Bentuk dan ukuran suatu stromatolit tergantung pada faktor-faktor lingkungan, bukan pada faktor-faktor genetik. Dengan demikian, nama-nama generik tidak akan sahih digunakan untuk menamakan stromatolit karena nama-nama itu hanya merujuk pada berbagai bentuk yang diasumsikan merupakan akumulasi sedimen yang terjebak dan dipandang tidak berkaitan dengan organisme tertentu. Stromatolit bukan merupakan fosil ganggang. Fosil ganggang berbeda dengan stromatolit (Rezak, 1957) karena fosil ganggang memiliki struktur rangka yang dapat dikenal, misalnya dinding sel dan organ reproduksi, sedangkan stromatolit ganggang merupakan tekstur fragmental yang berlaminasi halus.

Ada beberapa ahli yang mencoba untuk menggolongkan dan menamakan berbagai bentuk pertumbuhan (Hofmann, 1969; Logan dkk, 1964; Maslov, 1953; Aitken, 1967). Stromatolit ganggang bervariasi mulai dari pisolit semu berukuran kecil hingga tonjolan berbentuk biskuit atau bunga kol yang berukruan relatif besar (gambar 4-14). Konkresi-semu yang dinisbahkan pada ganggang berkisar mulai dari benda berbentuk seperti bola dengan diameter 0,5–1,0 cm hingga onkolit yang ukurannya lebih besar, agak pipih, dan memiliki outer coating yang lebih tidak beraturan. Pertumbuhan biasanya tidak sama di setiap sisi, kecuali pada jenjang awal. Pertumbuhan lanjut paling efektif terjadi pada sisi atas dan jika karena suatu hal onkolit itu menggelinding, maka pertumbuhan baru mungkin akan terjadi pada sisi yang berlawanan dengan sisi pertumbuhan pertama. Sebagian pisolit merupakan pisolit komposit. Maksudnya, pisolit itu disusun oleh beberapa benda yang ukurannya lebih kecil dan tumbuh bersama-sama, kemudian terselimuti pada tahap pertumbuhan selanjutnya. Inti dari struktur itu mungkin merupakan zat asing. Pada beberapa kasus, inti itu merupakan sepotong zat ganggang.

Kerak ganggang (algal crust) biasanya mengandung laminasi sederhana dan umumnya merupakan kerak berkerut yang dapat berubah secara berangsur menjadi massa noduler. Kerak itu mungkin hampir datar, pada dasarnya sejajar dengan bidang perlapisan (stromatolit tipe “Weedia”); sedikit melengkung, dengan diameter beberapa centimeter dan tinggi sekitar 1 cm; atau berbentuk setengah bola hingga seperti bunga kol dengan nilai ketinggian yang sama atau lebih besar daripada nilai lebarnya. Beberapa stromatolit berbentuk setengah bola yang lebih besar, dengan diameter beberapa decimeter, dan dapat berubah bentuknya ke atas menjadi struktur seperti bunga kol. Pada kasus lain, kolom atau jari menyebar ke dalam dua atau lebih cabang yang mengarah ke atas.

Sebagian struktur ganggang memperlihatkan pertumbuhan asimetris. Kepala stromatolit tidak membundar, melainkan eliptis; pemanjangan terjadi pada arah yang sejajar dengan sistem arus (Hoffman, 1967). Drapeover lamination juga mencerminkan pertumbuhan asimetris dan tampak lebih tebal pada sisi yang mengarah ke hulu.

Sebagian struktur stromatolit yang kompleks memiliki ukuran yang besar. Individu-individu stromatolit mengolom mungkin tingginya beberapa meter atau lebih. Walau demikian, setiap kolom itu kemungkinan besar tidak memiliki relief lebih dari 1 meter ketika tumbuh. Ketinggian kolom-kolom itu diperoleh akibat pertumbuhan ke atas dari struktur selama berangsungnya sedimentasi. Bioherm ganggang yang berukuran besar, dengan ketebalan hingga sekitar 18 m dan lebar 60 m, pernah ditemukan dalam batugamping Prakambrium (Hoffman, 1969).

Hubungan antara satu kepala stromatolit dengan kepala stromatolit lain, serta dengan sedimen yang ada disekelilingnya, bervariasi. Pada beberapa kasus, laminasi internal dari satu stromatolit dapat ditelusuri hingga mencapai batuan samping dan tampaknya berhubungan dengan kolom stromatolit lain. Pada kasus lain, tidak ada hubungan antara kolom stromatolit dan material antar stromatolit itu merupakan pasir karbonat fragmental. Kepala stromatolit jarang bersifat soliter. Secara umum, kepala stromatolit relatif berdekatan satu sama lain dan bersatu dalam suatu batuan yang dicirikan oleh satu jenis stromatolit.

Istilah trombolit (thrombolite) diusulkan oleh Aitken (1967) untuk menamakan cryptalgal structure yang erat kaitannya dengan stromatolit, namun tidak memperlihatkan laminasi serta dicirikan oleh clotted fabric makroskopis. Dilihat dari bentuk luar dan ukurannya, trombolit mirip dengan stromatolit.

Stromatolit pada dasarnya merupakan perlapisan yang telah terubah—perlapisan yang terubah oleh aktivitas algamat. Di bawah kondisi yang beragam, algamat menghasilkan struktur yang juga beragam. Di bawah mikroskop, satu-satunya struktur yang dapat terlihat adalah laminasi yang sejajar dengan permukaan stromatolit. Laminasi itu umumnya tipis, dengan ketebalan sektiar 1 mm atau kurang, serta ditandai oleh konsentrasi material karbonat atau material rombakan lain. Bahkan partikel lanau kuarsa juga dapat terjebak dalam laminasi itu.

Stromatolit dan struktur lain yang berkaitan dengannya yang dapat ditemukan dalam batugamping Prakambrium hingga resen. Kenampakan yang paling baik, dengan kelimpahan yang jauh lebih tinggi, dapat ditemukan dalam batuan yang relatif tua, khususnya batuan Prakambrium dan Paleozoikum awal. Relatif jarang ditemukannya stromatolit dalam strata Fanerozoikum akhir dinisbahkan pada penghancuran algamat oleh binatang yang bergerak menyusur dasar, misalnya keong, serta peng-hancuran laminasi ganggang oleh organisme pembuat lubang (Garrett, 1970). Diasumsikan bahwa organisme seperti itu belum ada pada Prakambrium serta tidak ada pada waktu-waktu kemudian jika salinitas atau faktor-faktor lingkungan lain menghambat atau menghancurkan biota seperti itu.

Asal-usul stromatolit, sebagai produk aktivitas ganggang, baru dapat dimantapkan pada beberapa tahun belakangan. Black (1933), yang melakukan penelitian di Bahama, adalah orang pertama yang dapat meletakkan dasar-dasar pengetahuan bahwa stromatolit merupakan struktur sedimen organik. Penemuan stromatolit yang terlitifikasi pada masa sekarang di Shark Bay, Australia Barat, menghilangkan keraguan mengenai asal-usul stromatolit sebagai produk aktivitas ganggang (Logan, 1961). Penelitian-penelitian akhir-akhir ini terhadap stromatolit masa kini di Bermuda dan Bahama mampu memberikan detil-detil pengetahuan mengenai perkembangan algamat dan penjebakan sedimen (Gebelein, 1969). Pengamatan-pengamatan terhadap stromatolit, baik stromatolit masa kini maupun stromatolit purba, menunjukkan bahwa strukutr itu terbentuk pada wilayah perairan yang sangat dangkal. Karena kerut-merut yang terlihat pada laminasi ganggang dinisbahkanp ada pengeringan, maka wilayah perairan itu harus sangat dangkal. Karena itu, lingkungan tersebut mungkin berupa lingkungan interpasut (intertidal). Ganggang tampaknya tidak terbatasi baik oleh salinitas maupun temperatur air. Asosiasi yang erat antara stromatolit dengan batugamping berlekang-kerut, flat-pebble conglomerate, dan oolit juga mengindikasikan lingkungan perairan yang sangat dangkal. Ketidaksetangkupan yang diperlihatkan oleh sebagian stromatolit menyebabkan struktur itu dapat berperan sebagai indikator arus purba yang sangat baik. Kecembungan stromatolit ke arah atas juga menjadi sebuah kriterion yang baik untuk menentukan posisi stratigrafi pada paket batuan vertikal atau paket batuan yang telah mengalami pembalikan.

4.6.2 Struktur Biogenik Lain

4.6.2.1 Tinjauan Umum

Setiap ahli sedimentologi hendaknya selalu waspada karena dia mungkin menemukan struktur sedimen yang terbentuk akibat aktivitas organisme, misalnya track, trail, dan lubang galian (burrow). Struktur biogenik (biogenic structures) sering ditemukan dalam beberapa tipe sedimen. Struktur itu muncul pada bidang perlapisan, baik bidang perlapisan atas maupun bidang perlapisan bawah, serta dapat terlihat pada bidang yang tegak lurus terhadap bidang perlapisan.

Meskipun telah diketahui keberadaannya sejak lama, namun pemelajaran yang sistematis terhadap struktur biogenik masih relatif baru. Sebagaimana stromatolit, para peneliti di masa lalu menganggap struktur biogenik sebagai fosil dan kemudian memberikan nama-nama generik dan nama-nama khusus untuk struktur tersebut. Sebagian struktur biogenik bahkan telah keliru disalahtafsirkan sebagai fosil tumbuhan. Berbagai penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini berhasil menyingkapkan khuluk yang sebenarnya dari struktur itu serta memperlihatkan bahwa struktur itu, baik geometri maupun ornamentasi mendetilnya, merupa-kan rekaman aktvitias organisme. Beberapa organisme dapat menghasilkan struktur yang sama, padahal organisme-organisme itu tidak memiliki kaitan biologi sama sekali. Pengetahuan yang kita miliki mengenai struktur biogenik banyak diperoleh dari hasil-hasil penelitian terhadap struktur biogenik masa kini sejalan dengan dilakukannya penelitian-penelitian terhadap lingkung-an sedimentasi masa kini. Penelitian-penelitian pionir penting yang berkaitan dengan struktur biogenik dilakukan oleh J. Walther pada suatu stasiun penelitian bahari di Teluk Naples serta oleh Rudolph Richter pada stasiun pengamatan Senckenberg-am-Meer di Laut Utara.

Dalam tulisan ini hanya akan disajikan sebuah ikhtisar yang sangat ringkas mengenai struktur biogenik. Penjelasan yang lebih mendetil mengenai iknofosil (ichnofossil) dapat diperoleh dari karya tulis Abel (1935), Krejci-Graf (1932), Lessertisseur (1955), Häntzschel (1962), Seilacher (1953, 1964a, 1964b), serta Crimes & Harper (1970).

Struktur biogenik berbeda dari fosil tubuh (body fossil) karena tidak akan terombakkan dan terendapkan-ulang. Meskipun struktur biogenik merekam aktivitas tertentu dari suatu binatang, misalnya kebiasaan membuat lubang galian atau cara makan, namun fosil itu terutama sangat bermanfaat untuk menentukan lingkungan dimana organisme itu hidup. Kumpulan “fosil jejak” (“trace fossil”) terbukti merupakan indeks yang sangat baik dari fasies sedimen dan kedalaman (gambar 4-15).

Fosil jejak juga memberikan informasi tentang laju sedimentasi dan merupakan penunjuk kadar racun di dasar suatu wilayah perairan. Fosil jejak juga terbukti sangat membantu dalam menentukan posisi stratigrafi pada lapisan-lapisan yang miring curam atau lapisan-lapisan yang telah terbalik.

4.6.2.2 Penggolongan

Fosil jejak dapat digolongkan dengan beberapa cara. Seilacher (1964a), misalnya saja, mengenal adanya lima kelas fungsional dari fosil jejak berdasarkan tingkah laku organisme pembuatnya. Kelima kelas itu adalah:
Jejak istirahat (resting mark; Ruhrspuren; Cubichnia), yakni jejak dangkal yang dibuat oleh organisme mobil ketika ber-istirahat di dasar perairan.
Jejak rangkakan (crawling trail; Kreichspuren; Repichnia), yakni jejak yang dibuat oleh organisme mobil ketika bergerak secara merangkak di atas massa sedimen.
Jejak perlindungan (residence structure; shelter structure; Wohnbauten; Domichnia), yang pada dasarnya merupakan struktur permanen, biasanya berupa lubang galian yang dibuat oleh organisme mobil atau organisme yang hidupnya agak melekat pada sedimen. Lubang itu dibuat untuk melindungi organisme pembuatnya dari predator atau dari proses pengeruk-an sedimen.
Struktur pencarian makan (feeding structure; Fressbauten; Fodinchnia), yakni lubang galian yang dibuat oleh organisme sesil pemakan sedimen. Struktur itu umumnya memiliki pola radial.
Jejak rayapan (grazing trail; Weidespuren; Pasichnia), umumnya berupa jejak sinusoidal atau lubang galian organisme pemakan lumpur pada atau di bawah bidang batas sedimen-air.

Seseorang juga dapat menggolongkan struktur biogenik berdasarkan hubungannya dengan bidang perlapisan, geometrinya, atau berdasarkan ornamentasi atau struktur internalnya. Sebagian struktur biogenik hanya terbatas pada bidang perlapisan. Hal itu terutama berlaku untuk track dan trail. Bentuk dan pola struktur itu bervariasi, mulai dari jejak istirahat berukuran kecil, yang dibuat oleh organisme yang dapat berenang secara bebas, hingga jejak kaki dinosaurus. Struktur itu juga mencakup lekukan-lekukan menerus dan berkelok-kelok yang dibuat oleh organisme yang merayap di atas sedimen. Banyak jejak istirahat mem-perlihatkan simetri bilateral. Banyak trail juga memperlihatkan sifat bilateral karena binatang yang menghasilkannya memiliki simetri bilateral. Sebagian struktur biogenik bersifat kompleks sebagai hasil pergerakan anggota badan dan ekor.

Jejak rayapan juga merupakan struktur bidang perlapisan yang dengan pola yang beragam. Sebagian diantaranya berupa jejak sinusoidal; sebagian memperlihatkan keteraturan yang mengagumkan; sebagian berbentuk spiral; sebagian memperlihat-kan sinusoitas yang sistematis dan teratur (gambar 4-15), dan sebagian lain memperlihatkan jaringan poligonal (Paleodycton). Secara umum, jejak rayapan hanya terbentuk pada permukaan lumpur dan, oleh karena itu, hanya terawetkan sebagai cast pada bidang perlapisan bawah batulanau atau batupasir halus.

Struktur biogenik lain lebih jelas terlihat pada bidang yang lebih kurang tegak lurus terhadap bidang perlapisan. Sebagian struktur itu berbentuk tabung sederhana, misalnya Skolithus, sedangkan sebagian lain memiliki pola yang lebih kompleks. Banyak diantaranya berupa tabung berbentuk U. Lubang galian dapat tunggal maupun bercabang. Material pengisi lubang galian umumnya memiliki tekstur yang berbeda dengan batuan setempat dan dalam beberapa kasus proses pengisian ber-langsung secara berangsur dan menerus, namun dapat pula tidak berkesinambungan. Lubang galian sudah barang tentu dapat mencapai bidang batas sedimen-fluida. Pada struktur pencarian makanan, jejak-jejak pada bidang perlapisan dapat bersambung dengan lubang galian, biasanya menyebar dari lubang itu. Karenanya, struktur tersebut memiliki komponen lateral maupun komponen vertikal.

Sebagian besar lubang galian juga dapat terletak horizontal pada bidang perlapisan, bahkan dalam tubuh lapisan. Sebagian lubang galian melebar ke dalam hingga jarak sekitar 20 cm atau lebih, dari permukaan. Sebagian lain merupakan lubang galian dangkal.

Lubang galian dapat dikenal pada bidang yang memotong bidang perlapisan oleh perbedaan tekstur material pengisinya serta oleh batuan sampingnya, terutama oleh penghancuran perlapisan yang ditembusnya. Jika lubang galian cukup melimpah, hanya jejak-jejak samar dari bidang perlapisan asli saja yang masih dapat terlihat (Moore & Scrutton, 1957). Batuan itu mungkin “terjungkirbalikkan” atau “terbajak” oleh orgenisme. Bioturbasi (bioturbation) adalah istilah yang dipakai untuk menamakan aksi tersebut, sedangkan istilah bioturbit (bioturbite) digunakan untuk menamakan batuan yang dikenai oleh aksi itu (gambar 4-33).

4.6.2.3 Kebenaan Geologi

Struktur biogenik sangat bermanfaat untuk menentukan urut-urutan stratigrafi dalam paket batuan vertikal atau paket batuan yang telah mengalami pembalikan (Shrock, 1948). Banyak struktur biogenik terawetkan sebagai cast pada bidang perlapisan bawah batupasir.

Struktur biogenik juga dapat memberi petunjuk mengenai laju sedimentasi. Seilacher (1962) memperlihatkan bahwa lapisan-lapisan batupasir dalam sekuen flysch pada dasarnya merupakan endapan seketika. Jika tidak demikian, lubang-lubang galian akan dapat dimulai pada level yang berbeda-beda dari lapisan itu; bukan hanya dimulai dari puncak lapisan. Batupasir pada beberapa “Portege” sequence Devon di Pennsylvania memiliki laminasi yang demikian halus; lapisan lain yang berasosiasi dengannya terbioturbasi. Pasir berlaminasi yang tidak terganggu diendapkan dengan sangat cepat (paling lama hanya beberapa hari), sedangkan lumpur yang banyak dikenai aksi pembuatan lubang diendapkan bertahun-tahun, bahkan mungkin berabad-abad.

Ketidakhadiran lubang galian dan preservasi laminasi tidak selalu mengimplikasikan sedimentasi yang cepat. Hal itu mungkin mengimplikasikan penghambatan kehidupan bentos karena kondisi beracun akibat hadirnya H2S bebas atau akibat tidak adanya oksigen. Kumpulan fosil jejak juga dapat berkorelasi dengan salinitas (Seilacher, 1963).

Aspek paling bermanfaat dari kumpulan fosil jejak adalah sebagai dasar penunjuk fasies. Seilacher (1964a), misalnya saja, mendefinisikan empat fasies yang masing-masing dicirikan oleh kumpulan iknofosil tersendiri. Fasies Nereites, mencirikan cekungan flysch atau cekungan turbidit. Fasies Zoophycus mencirikan lingkungan perairan-dangkal, namun tenang. Fasies Cruziana menempati paparan dangkal. Fasies Skolithus pada dasarnya merupakan fasies pesisir berenergi tinggi. Lingkungan turbidit perairan-dalam (fasies Nereites) terutama dicirikan oleh jejak rayapan. Hal itu berbeda dengan lingkungan pesisir turbulen yang didominasi oleh lubang galian yang dibuat sebagai tempat perlindungan atau lubang galian yang dibuat dalam rangka mencari makanan. Morfologi fosil jejak sudah barang tentu mencerminkan organisme yang bertanggungjawab terhadap pembentukannya serta adaptasi organisme itu terhadap kondisi lingkungan.

Pendeknya, fosil jejak merupakan sebuah alat bantu yang sangat bermanfaat bagi para ahli sedimentologi. Sebagaimana aspek-aspek batuan sedimen yang lain, fosil jejak dapat dipetakan dan digunakan untuk mendefinisikan sabuk-sabuk fasies utama (Farrow, 1966) serta untuk membantu dalam menafsirkan perubahan-perubahan kedalaman (Seilacher, 1967).

4.7 STRUKTUR DIAGENETIK

Ada sekumpulan struktur—konkresi, nodul, dsb—yang terbentuk akibat pelarutan dan presipitasi pasca-pengendapan. Struktur epigenetik itu akan dibahas secara mendetil pada Bab 12.

Browse » Home » Stratigraphy » PENDAHULUAN BIOSTRATIGRAFI
PENDAHULUAN BIOSTRATIGRAFI

Biostratigrafi.

Satuan biostratigrafi adalah tubuh lapisan batuan yang dikenali berdasarkan kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagi sendi pembeda tubuh batuan di sekitarnya. Kelanjutan satuan biostratigrafi ditentukan oleh penyebaran gejala paleontologi yang mencirikannya (Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).

Satuan dasar biostratigrafi adalah zona. Zona adalah suatu lapisan atau tubuh lapisan batuan yang dicirikan oleh suatu takson atau lebih. Kegunaan dari zona antara lain sebagai penunjuk umur, penunjuk lingkungan pengendapan, korelasi tubuh lapisan batuan, dan untuk mengetahui kedudukan kronostratigrafi tubuh lapisan batuan. Urutan tingkatan satuan biostratigrafi resmi dari besar sampai kecil adalah superzona, zona, subzona dan zonula.

Terdapat empat zona satuan biostratigrafi yang telah ditentukan dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (1996), yaitu:

1. Zona selang ( Interval zone ).

Zona selang ialah selang stratigrafi antara dua horizon biostratigrafi (horizon biostratigrafi yaitu awal atau akhir peMunculan takson – takson penciri). Kegunaan secara umum untuk korelasi tubuh – tubuh lapisan batuan. Batas atas dan bawah suatu zona selang ditentukan oleh horizon pemunculan awal atau akhir suatu takson penciri.

2. Zona Puncak ( Acme zone ).

Zona puncak adalah tubuh lapisan batuan yang menunjukkan perkembangan maksimum suatu takson tertentu (pada umumnya perkembangan maksimum adalah junlah maksimum populasi atau takson dan bukan seluruh kisarannya). Kegunaan dalam hal-hal tertentu adalah untuk menunjukkan kedudukan kronostratigrafi tubuh lapisan batuan, juga sebagai penunjuk lingkungan pengendapan. Batas vertikal dan horizontal zona ini bersifat subjektif.

3. Zona Kumpulan ( Asesmblage zone ).

Zona kumpulan adalah kumpulan sejumlah lapisan yang dicirikan oleh kumpulan alamiah fosil yang khas atau kumpulan suatu jenis fosil. Kegunaan zona ini adalah sebagai penunjuk lingkungan pengendapan purba. Batas dan kelanjutan zona kumpulan ditentukan oleh batas terdapatnya kebersamaan (kemasyarakatan) umur – umur utama dalam kesinambungan yang wajar.

4. Zona kisaran ( Range zone ).

Zona kisaran adalah tubuh lapisan batuan yang mencakup kisaran stratigrafi unsur terpilih dari kumpulan seluruh fosil yang ada (zona kisaran dapat berupa kisaran umur suatu takson, kumpulan takson, takson-takson yang bermasyarakat, atau ciri paleontologi yang lain yang menunjukkan kisaran). Kegunaan zona kisaran terutama untuk korelasi tubuh batuan dan sebagai dasar penempatan batuan-batuan dalam skala waktu geologi. Batas dan kelanjutan zona kisaran ditentukan oleh penyebaran vertikal maupun horizontal takson yang mencirikannya.

Kembali Ke Atas Go down
mieke anastasya
TALC
TALC



Gender : Female Jumlah posting : 9
Join date : 07.07.10
Lokasi : Earth

belajar terus Empty
PostSubyek: Re: belajar terus   belajar terus Icon_minitimeSat Jul 10, 2010 8:33 pm

Apa bedanya Struktur Primer dan Struktur sekunder pada batuan sedimen?? sebut dan jelaskan Struktur sedimen yg trdapat pd struktur primer dan sekunder. .
Kembali Ke Atas Go down
otak kacang ijo
TALC
TALC
otak kacang ijo


Gender : Female Jumlah posting : 12
Join date : 04.07.10
Lokasi : M...k....s...r

belajar terus Empty
PostSubyek: Re: belajar terus   belajar terus Icon_minitimeTue Jul 13, 2010 7:58 pm

Struktur Primer merupakan struktur yang terbentuk pada saat pembentukan batuan..sedangkan struktur sekunder merupakan struktur yang terbentuk setelah batuan terbentuk...salah satu contoh struktur sekunder itu seperti flute cast, mudcrack dan sebagainya.
Kembali Ke Atas Go down
saltasi04
TALC
TALC
saltasi04


Gender : Male Jumlah posting : 2
Join date : 07.07.10

belajar terus Empty
PostSubyek: Re: belajar terus   belajar terus Icon_minitimeFri Jul 16, 2010 7:30 pm

ca'
mantap kayanya klo postingannya disertai dengan gambar utk mempermudah dalam mengenal bentuk dan kenampakannya d lapangan
Kembali Ke Atas Go down
Rahmatullah
TALC
TALC
Rahmatullah


Gender : Male Jumlah posting : 12
Join date : 04.07.10
Lokasi : Makassar

belajar terus Empty
PostSubyek: Re: belajar terus   belajar terus Icon_minitimeFri Aug 13, 2010 12:46 am

emang bagus kalo lengkap gambarnya btw struktur primer sedimen itukan yang Epigenetik berarti bersamaan terbentuk dengan batuannya

nah ada beberapa struktur sedimen yang kalo diinterpretasi dapat terbentuk bersamaan dengan batuannya dan dapat pula terbentuk terakhir, bounce

dari sini kita dapat menarik kesimpulan kalo penentuan struktur sedimen emang sangat penting nah kalo kita perhatikan dengan jeli terdapat mikro struktur dalam setiap batuan itu juga dapat menerangkan genesa batuannya secara detail sunny
Kembali Ke Atas Go down
Sponsored content





belajar terus Empty
PostSubyek: Re: belajar terus   belajar terus Icon_minitime

Kembali Ke Atas Go down
 
belajar terus
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» belajar
» belajar q semua
» BELAJAR DARI AIR YANG MENGALIR
» enaknya belajar Endapan Mineral..just for funnn....

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
KEPALA BATU :: ILMU GEOLOGI :: Prinsip Stratigrafi :: Materi-
Navigasi: